ASKEP SIROSIS HEPATIS APLIKASI 3N (NANDA NIC NOC)
Pada postingan kali ini saya akan membahas topik tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis.
Namun sebelum saya bahas bagaimana askep hipertensi lebih lanjut akan lebih baik jika anda pahami dahulu apa itu penyakit sirosis hepatis secara teori, bagaimana gejala hingga penatalaksanaannya.
Ada empat macam sirosis, yaitu :
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
3. Varises Gastrointestinal
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
Namun sebelum saya bahas bagaimana askep hipertensi lebih lanjut akan lebih baik jika anda pahami dahulu apa itu penyakit sirosis hepatis secara teori, bagaimana gejala hingga penatalaksanaannya.
KONSEP PENYAKIT SIROSES HEPATIS
DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotic (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Terjadi Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat (obstruksi intrahepatik). (Mary Baradero, dkk, 2005).
ETIOLOGI
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotoksin. Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sirosis pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering dijumpai.
Ada empat macam sirosis, yaitu :
- Sirosis Laennec. Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun pada tahap akhir hepar mengecil dan nodular.
- Sirosis pascanekrotik. Terjadi nekrotik yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
- Sirosis bilier. Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koledukus komunis (duktus sistikus).
- Sirosis jantung. Penyebabnya adalah gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongesif). (Mary Baradero dkk, 2005).
ANATOMI FISIOLOGI
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang amat kompleks (Amirudin, 2007).
Hati mempunyai fungsi yang beraneka ragam yang meliputi fungsi metabolisme, fungsi sintesis, fungsi ekskresi, fungsi endokrin, fungsi imunologidan lain-lain. Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hatimengekskresikan sebanyak ± 1 liter empedu perhari ke dalam usus halus melaluimuara saluran empedu di duodenum. Empedu terdiri dari asam empedu (asamkolat, asam kenodeoksikolat, asam deoksikolat dan dalam jumlah kecil asamursodeoksikolat), bilirubin, kolesterol, trace metal, serta metabolit obat, denganair sebagai unsur utama (97%).
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halusdiubah menjadi glikogen untuk kemudian disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis)untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme didalam jaringan untuk menghasilkan energi dan sisanya diubah menjadi glikogenyang disimpan dalam otot atau lemak yang disimpan dalam jaringan subkutan.Fungsi metabolisme protein dari hati terutama menghasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen serta faktor-faktor pembekuan lainnya.Adapun fungsi metabolisme lemak dari hati terutama dalam pembentukanlipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat (Sherlock 1993; Amirudin 2006)
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati (Lindseth, 2006). Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma, 2006).
Hati mempunyai 2 aliran darah; dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatis dan dari aorta melalui arteri hepatica. Darah dari vena porta dan arteri hepatica bercampur dan mengalir melalui hati dan akhirnya terkumpul dalam v. hepatica dextra dan sinistra, yang bermuara ke dalam v. cava. Beberapa titik anastomosis portakava terhadap darah pintas di sekitar hati pada sirosis hepatis yang bermakna klinis, yaitu v. esophageal, v. paraumbilikalis, dan v. hemoroidalis superior. (Lindseth, 2006)
Fungsi hati meliputi: 1) penyaringan dan penyimpanan darah; 2) metabolism karbohidrat, protein, lemak, hormone, dan zat kimia asing; 3) pembentukan empedu; 4) penyimpanan vitamin dan besi; dan 5) pembentukan factor koagulasi. (Guyton & Hall, 2007).
Fungsi hati dalam metabolism protein adalah menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid), protrombin, fibrinogen, dan factor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolism lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid, dan asam asetoasetat (Amirudin, 2007).
Hati merupakan komponen sentral system imun. Sel Kupffer meliputi 15% massa hati dan merupakan 80% dari total fagosit tubuh, yang mempresentasikan antigen kepada limfosit (Amirudin, 2007).
Metabolisme bilirubin normal terjadi dalam beberapa langkah seperti di berikut ini:
- Heme dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi
- Bilirubin tak terkonjugasi yang dibawa ke hepar berikatan dengan albumin,
- Ambilan protein karier hepatik (Y dan Z) hepatik bilirubin tak terkonjugasi setelah disosiasi dari albumin,
- Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat untuk menghasilkan bilirubin glukuronida/ bilirubin terkonjugasi, yang menjadi larut dalam air dan dapat diekskresi,
- Ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam kanalikulus empedu
- Pasase bilirubin terkonjugasi ke bawah cabang biliaris,
- Reduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen oleh bakteri usus,
- Sirkulasi enterohepatik bilirubin tak terkonjugasi dan urobilinogen,
- Ekskresi urobilinogen dan bilirubin terkonjugasi dalam ginjal. (Lindseth, 2006).
PATOFISIOLOGI
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).
PATHWAY
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi 12 arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Mual-mual dan nafsu makan menurun
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8. Hematemesis, melena
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik
- Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati
- Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai factor predisposisi.
- Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
- Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena portal
Pemeriksaan Laboratorium
- Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
- Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
- Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
- Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
- Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
- Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
- Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
- Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
- Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
- Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
- Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak hepatotoksik.
- Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai cabang dan glukosa.
- Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
- Istirahat dan diet rendah garam.
- Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
- Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
- Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
1) Kombinasi IFN dengan ribavirin
2) Terapi induksi IFN
3) Terapi dosis IFN tiap hari
- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti ;
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis
c. Hepatorenal syndrome
d. Ensefalophaty hepatic (Brunner & Suddarth, 2008).
PROGNOSIS
Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis revesible. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson’s ternyata pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang dikembangkan maka keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
- Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.
- Asites refrakter atau memerlukan diuretic dosis besar.
- Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
- Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus luar. Gagal hati tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang jelas factor pencetusnya.
- Hati mengecil
- Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus.
- Komplikasi
- Kadar protombin rendah.
- Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.
- CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan.
Peradangan tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus sirosis hati (heterogen, Kopenhagen) adalah sebagai berikut:
43% Penyebab kematian di luar hati
22% oleh kardiovaskuler
9% keganasan ekstra hepatik
7% infeksi
5% di luar hati lainnya
57% penyebab kematian pada hati.
13% kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna
14% pendarahan saja
4% kanker hati primer/hepatoma
2% hati lainnya (Marry, 2008)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai berikut:
- Identitas Pasien, meliputi Nama, TTL, Alamat, Agama, Suku, Pendidikan, Tangal Masuk RS, Nomor Rekam Medik, Diagnosa Medis.
- Riwayat Kesehatan Dahulu, Riwayat hepatitis kronis, Penyakit gangguan metabolisme : DM, Obstruksi kronis ductus coleducus , Gagal jantung kongestif berat dan kronis, Penyakit autoimun dan Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP.
- Riwayat Kesehatan Keluarga, Keluarga memiliki penyakit herediter atau tidak
Pengkajian Pola Fungsional
- Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
- Sirkulasi Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.
- Eliminasi Gejala : Flatus. Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
- Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna, mual/ muntah. Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi.
- Neurosensori Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
- Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas. Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
- Pernapasan Gejala : Dispnea. Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
- Keamanan Gejala : Pruritus. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie
- Se**ualitas Gejala : Gangguan menstruasi, impoten. Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)
Pemeriksaan Fisik Head To Toe
- Keadaan Umum : Tampak lemah
- Tanda- Tanda Vital : Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
- Mata : Sclera ikterik, konjungtiva anemis
- Leher: Distensi vena jugularis dileher
- Dada : 1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki) 2) Penurunan ekspansi paru 3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan 4) Disritmia, gallop 18 5) Suara abnormal paru (rales)
- Abdomen : 1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen 2) Penurunan bunyi usus 3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras 4) Nyeri tekan ulu hati
- Urogenital : 1) Atropi testis 2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
- Integumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
- Ekstremitas : Edema, penurunan kekuatan otot
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
- Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan ascites
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
- Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
- Risiko infeksi
INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
NOC :
• Pain Level,
• Pain control,
• Comfort level
Kriteria Hasil :
• Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
• Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
• Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
• Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
• Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Keperawatan
Pain Management
• Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
• Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
• Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
• Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
• Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
• Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
• Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
• Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
• Kurangi faktor presipitasi nyeri
• Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
• Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
• Ajarkan tentang teknik non farmakologi
• Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
• Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
• Tingkatkan istirahat
• Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
• Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
• Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
• Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
• Cek riwayat alergi
• Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
• Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
• Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
• Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
• Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
• Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
• Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan ascites
NOC :
• Respiratory status : Ventilation
• Respiratory status : Airway patency
• Vital sign Status
Kriteria Hasil :
• Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
• Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
• Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Intervensi Keperawatan
Airway Management
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
• Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
• Pertahankan jalan nafas yang paten
• Atur peralatan oksigenasi
• Monitor aliran oksigen
• Pertahankan posisi pasien
• Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
• Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
• Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
• Catat adanya fluktuasi tekanan darah
• Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
• Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
• Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
• Monitor kualitas dari nadi
• Monitor frekuensi dan irama pernapasan
• Monitor suara paru
• Monitor pola pernapasan abnormal
• Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
• Monitor sianosis perifer
• Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
• Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
NOC :
• Energy conservation
• Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
• Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
• Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
Intervensi Keperawatan
Energy Management
• Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
• Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
• Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
• Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
• Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
• Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
• Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
• Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
• Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
• Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
• Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
• Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
• Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
• Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
• Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
• Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
• Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
• Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
4 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
NOC :
• Anxiety control
• Coping
Kriteria Hasil :
• Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
• Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
• Vital sign dalam batas normal
• Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi Keperawatan
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
• Gunakan pendekatan yang menenangkan
• Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
• Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
• Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
• Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
• Dorong keluarga untuk menemani anak
• Lakukan back / neck rub
• Dengarkan dengan penuh perhatian
• Identifikasi tingkat kecemasan
• Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
• Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
• Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
• Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
• Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
• Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
• Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
• Tidak ada tanda tanda malnutrisi
• Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi Keperawatan
Nutrition Management
• Kaji adanya alergi makanan
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
• Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
• Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
• Berikan substansi gula
• Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
• Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
• Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
• Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
• Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
• Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
• BB pasien dalam batas normal
• Monitor adanya penurunan berat badan
• Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
• Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
• Monitor lingkungan selama makan
• Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
• Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
• Monitor turgor kulit
• Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
• Monitor mual dan muntah
• Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
• Monitor makanan kesukaan
• Monitor pertumbuhan dan perkembangan
• Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
• Monitor kalori dan intake nuntrisi
• Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
• Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6 Resiko infeksi
NOC :
• Immune Status
• Knowledge : Infection control
• Risk control
Kriteria Hasil :
• Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
• Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
• Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
• Jumlah leukosit dalam batas normal
• Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi Keperawatan
INTEInfection Control (Kontrol infeksi)
• Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
• Pertahankan teknik isolasi
• Batasi pengunjung bila perlu
• Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
• Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
• Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
• Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
• Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
• Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
• Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
• Tingktkan intake nutrisi
• Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
• Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
• Monitor hitung granulosit, WBC
• Monitor kerentanan terhadap infeksi
• Batasi pengunjung
• Saring pengunjung terhadap penyakit menular
• Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
• Pertahankan teknik isolasi k/p
• Berikan perawatan kuliat pada area epidema
• Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
• Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
• Dorong masukkan nutrisi yang cukup
• Dorong masukan cairan
• Dorong istirahat
• Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
• Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara menghindari infeksi
• Laporkan kecurigaan infeksi
• Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.
0 Response to "ASKEP SIROSIS HEPATIS APLIKASI 3N (NANDA NIC NOC)"
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik dan jangan ada unsur sara atau menjelek-jelekkan siapapun atau profesi manapun. Komentar yang tersebut diatas tidak akan di tampilkan oleh admin.