ASKEP HIPERTENSI APLIKASI 3N (NANDA NIC NOC)
A. DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan diastolic > 90 mmHg. Diagnosis dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukiran tekanan darah pada waktu yang terpisah (Engram, 1998).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolnya diatas 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).
Hipertensi adalah peningkatan sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat stress yang dialami (Tamboyong, 2000).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua (Sjaifoellah Noer, 2001):
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dan meliputi 90 % dari seluruh penderita hipertensi, faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
a. Genetik, peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dibuktikan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantara menderita hipertensi. Pada 70 % kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi esensial.
b. Usia, insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
c. Obesitas, adanya penumpukan lemak terutama pada pembuluh darah mengakibatkan penurunan tahanan perifer sehingga meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengakibatkan peningkatan vasokontriksi dan penurunan vasodilatasi dimana hal tersebut dapat merangsang medula adrenal untuk mensekresi epinerpin dan norepineprin yang dapat menyebabkan hipertensi.
d. Hiperkolesterol, lemak pada berbagai proses akan menyebabkan pembentukan plaque pada pembuluh darah. Pengembangan ini menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang disebut aterosklerosis.
e. Asupan Natrium meningkat (keseimbangan natrium), kerusakan ekskresi natrium ginjal merupakan perubahan pertama yang ditemukan pada proses terjadinya HT. Retensi Na+ diikuti dengan ekspansi volume darah dan kemudian peningkatan output jantung. Autoregulasi perifer meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan berakhir dengan HT.
f. Rokok, asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran adrenalin yang merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu asap rokok mengandung karbon monoksida yang memiliki kemampuan lebih kuat dari pada Hb dalam menarik oksigen. Sehingga jaringan kekurangan oksigen termasuk ke jantung.
g. Alkohol, penggunaan alkohol atau etanol jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan lipogenesis (terjadi hiperlipidemia) sintesis kolesterol dari asetil ko enzim A, perubahan seklerosis dan fibrosis dalam arteri kecil.
h. Obat-obatan tertentu atau pil anti hamil, pil anti hamil mengandung hormon estrogen yang juga bersifat retensi garam dan air, serta dapat menaikkan kolesterol darah dan gula darah.
i. Stres psikologis, stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi, yang bersifat memperberat kerjaya arteri koroner sehingga suplay darah ke otot jantung terganggu. Stres dapat mengaktifkan saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
2. Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya :
a. Penyakit ginjal, kerusakan pada ginjal menyebabkan renin oleh sel-sel juxtaglomerular keluar, mengakibatkan pengeluaran angiostensin II yang berpengaruh terhadap sekresi aldosteron yang dapat meretensi Na dan air.
b. Diabetes Mellitus, disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam waktu yang sama mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang menimbulkan arterosklerosis meningkatkan tekanan darah.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stadium hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2001) terdiri dari:
1. Stadium 1 (ringan), tekanan sistolik antara 140 – 159 mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99 mmHg.
2. Stadium 2 (sedang), tekanan sistolik antara 160 – 179 mmHg. Tekanan diastolik antara 100 – 109 mmHg.
3. Stadium 3 (berat), tekanan sistolik antara 180 – 209 mmHg. Tekanan diastolik antara 110 – 119 mmHg.
4. Stadium 4 (sangat berat), tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg. Tekanan diastolik antara > 120 mmHg.
Klasifikasi ini tidak untuk seseorang yang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik terdapat pada kategori yang berbeda. Maka harus dipilih kategori yang tinggi untuk mengklasifikasi status tekanan darah seseorang.
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Tambayong (2000) gejala dan tanda dapat dikarakteristikkan sebagai berikut :
1. Sakit kepala
2. Nyeri atau berat di tengkuk
3. Sukar tidur
4. Mudah lelah dan marah
5. Tinnitus
6. Mata berkunang-kunang
7. Epistaksis
8. Gemetar
9. Nadi cepat setelah aktivitas
10. Sesak napas
11. Mual, muntah
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Payah jantung (gagal jantung)
2. Pendarahan otak (stroke)
3. Hipertensi maligna : kelainan retina, ginjal dan cerabrol
4. Hipertensi ensefalopati : komplikasi hipertensi maligma dengan gangguan otak.
5. Infark miokardium, apat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen kemiokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
6. Gagal ginjal, karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal. Nefron terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kemataian. Dengan rusaknya membran glomerulus,proteinakan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,menyebabkan edema,yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa hipertensi menurut Doenges (2000) antara lain :
1. EKG : Hipertropi ventrikel kiri pada keadaan kronis lanjut.
2. Kalium dalan serum : meningkat dari ambang normal.
3. Pemeriksaan gula darah post prandial jika ada indikasi DM.
4. Urine : Ureum, kreatinin : meningkat pada keadaan kronis dan lanjut dari ambang normal.
5. Protein urine : positif
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Engram (1999), penatalaksanaanya antara lain :
1. Pengobatan hipertensi sekunder mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan obat hipertensi.
3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan seumur hidup.
4. Pengobatan dengan menggunakan standar triple therapy (STT) terdiri dari:
5. Diuretik, misalnya : tiazid, furosemid, hidroklorotiazid.
6. Betablocker : metildopa, reserpin.
7. Vasodilator : dioksid, pranosin, hidralasin.
8. Angiotensin, Converting Enzyme Inhibitor.
9. Modifikasi gaya hidup, dengan :
a. Penurunan berat badan.
b. Pengurangan asupan alkohol.
c. Aktivitas fisik teratur.
d. Pengurangan masukan natrium.
e. Penghentian rokok.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas : lemah, letih, lesu, takipnea, peningkatan HR, perubahan irama jantung.
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, palpitasi, kenaikan TD perubahan warna kulit, suhu dingin, pucat, sianosis, diaporesis.
c. Integritas ego : ansietas, depresi, marah, gelisah, otot muka tegang, peningkatan pola bicara.
d. Makanan/cairan : mual/muntah, BB normal/obesitas, edema.
e. Neurosensori : pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, epistaksis.
f. Nyeri: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala, nyeri abdomen
g. Pernapasan : dispnea takipnea, riwayat merokok, bunyi nafas tambahan.
h. Eliminasi : gangguan gunjal saat ini atau yang lalu.
i. Keamanan : gangguan koordinasi, hipotensi postural.
2. DIAGNOSA KEPERAWAATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakberdayaan fisik
c. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan curah jantung
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
NOC :
• Pain Level,
• Pain control,
• Comfort level
Kriteria Hasil :
• Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
• Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
• Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
• Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
• Tanda vital dalam rentang normal
INTERVENSI
Pain Management
• Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
• Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
• Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
• Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
• Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
• Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
• Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
• Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
• Kurangi faktor presipitasi nyeri
• Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
• Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
• Ajarkan tentang teknik non farmakologi
• Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
• Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
• Tingkatkan istirahat
• Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
• Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
• Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
• Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
• Cek riwayat alergi
• Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
• Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
• Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
• Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
• Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
• Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
• Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2 Intoleransi aktivitas b.d ketidakberdayaan fisik
NOC :
• Energy conservation
• Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
• Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
• Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
INTERVENSI
Energy Management
• Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
• Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
• Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
• Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
• Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
• Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
• Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
• Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
• Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
• Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
• Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
• Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
• Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
• Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
• Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
• Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
• Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
• Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol 2, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta: EGC
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Volume II. Jakarta: EGC
Iskandar, Junaidi. 2002. Panduan Praktis Stroke. PT. Buana Ilmu Populer. Jakarta.
Mansjoer Arif et. al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Nanda. 2002. Diagnosis Keperawatan Nanda. Terjemahan Mahasiswa PSIK-B FK UGM. Yogyakarta: UGM
Nettina Sandra. M. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC
Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Second edition. Mosby
Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Intervention Clasification (NIC). Second edition. Mosby
Soeharso Imam, 2001. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Edisi Kedua Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tambayong Jon. 2000. “Patofisiologi Untuk Keperawatan”, Jakarta, EGC
Tjokropawiro, Askandar. 2001. Diabetes Melitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://perawatmasadepanku.blogspot.com/2012/08/laporan-pendahuluan-hipertensi.html#ixzz2MOxyzZiG
Hipertensi adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan diastolic > 90 mmHg. Diagnosis dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukiran tekanan darah pada waktu yang terpisah (Engram, 1998).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolnya diatas 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).
Hipertensi adalah peningkatan sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat stress yang dialami (Tamboyong, 2000).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua (Sjaifoellah Noer, 2001):
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dan meliputi 90 % dari seluruh penderita hipertensi, faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
a. Genetik, peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dibuktikan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantara menderita hipertensi. Pada 70 % kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi esensial.
b. Usia, insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
c. Obesitas, adanya penumpukan lemak terutama pada pembuluh darah mengakibatkan penurunan tahanan perifer sehingga meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengakibatkan peningkatan vasokontriksi dan penurunan vasodilatasi dimana hal tersebut dapat merangsang medula adrenal untuk mensekresi epinerpin dan norepineprin yang dapat menyebabkan hipertensi.
d. Hiperkolesterol, lemak pada berbagai proses akan menyebabkan pembentukan plaque pada pembuluh darah. Pengembangan ini menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang disebut aterosklerosis.
e. Asupan Natrium meningkat (keseimbangan natrium), kerusakan ekskresi natrium ginjal merupakan perubahan pertama yang ditemukan pada proses terjadinya HT. Retensi Na+ diikuti dengan ekspansi volume darah dan kemudian peningkatan output jantung. Autoregulasi perifer meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan berakhir dengan HT.
f. Rokok, asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran adrenalin yang merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu asap rokok mengandung karbon monoksida yang memiliki kemampuan lebih kuat dari pada Hb dalam menarik oksigen. Sehingga jaringan kekurangan oksigen termasuk ke jantung.
g. Alkohol, penggunaan alkohol atau etanol jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan lipogenesis (terjadi hiperlipidemia) sintesis kolesterol dari asetil ko enzim A, perubahan seklerosis dan fibrosis dalam arteri kecil.
h. Obat-obatan tertentu atau pil anti hamil, pil anti hamil mengandung hormon estrogen yang juga bersifat retensi garam dan air, serta dapat menaikkan kolesterol darah dan gula darah.
i. Stres psikologis, stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi, yang bersifat memperberat kerjaya arteri koroner sehingga suplay darah ke otot jantung terganggu. Stres dapat mengaktifkan saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
2. Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya :
a. Penyakit ginjal, kerusakan pada ginjal menyebabkan renin oleh sel-sel juxtaglomerular keluar, mengakibatkan pengeluaran angiostensin II yang berpengaruh terhadap sekresi aldosteron yang dapat meretensi Na dan air.
b. Diabetes Mellitus, disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam waktu yang sama mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang menimbulkan arterosklerosis meningkatkan tekanan darah.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stadium hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2001) terdiri dari:
1. Stadium 1 (ringan), tekanan sistolik antara 140 – 159 mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99 mmHg.
2. Stadium 2 (sedang), tekanan sistolik antara 160 – 179 mmHg. Tekanan diastolik antara 100 – 109 mmHg.
3. Stadium 3 (berat), tekanan sistolik antara 180 – 209 mmHg. Tekanan diastolik antara 110 – 119 mmHg.
4. Stadium 4 (sangat berat), tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg. Tekanan diastolik antara > 120 mmHg.
Klasifikasi ini tidak untuk seseorang yang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik terdapat pada kategori yang berbeda. Maka harus dipilih kategori yang tinggi untuk mengklasifikasi status tekanan darah seseorang.
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Tambayong (2000) gejala dan tanda dapat dikarakteristikkan sebagai berikut :
1. Sakit kepala
2. Nyeri atau berat di tengkuk
3. Sukar tidur
4. Mudah lelah dan marah
5. Tinnitus
6. Mata berkunang-kunang
7. Epistaksis
8. Gemetar
9. Nadi cepat setelah aktivitas
10. Sesak napas
11. Mual, muntah
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Payah jantung (gagal jantung)
2. Pendarahan otak (stroke)
3. Hipertensi maligna : kelainan retina, ginjal dan cerabrol
4. Hipertensi ensefalopati : komplikasi hipertensi maligma dengan gangguan otak.
5. Infark miokardium, apat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen kemiokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
6. Gagal ginjal, karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal. Nefron terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kemataian. Dengan rusaknya membran glomerulus,proteinakan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,menyebabkan edema,yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa hipertensi menurut Doenges (2000) antara lain :
1. EKG : Hipertropi ventrikel kiri pada keadaan kronis lanjut.
2. Kalium dalan serum : meningkat dari ambang normal.
3. Pemeriksaan gula darah post prandial jika ada indikasi DM.
4. Urine : Ureum, kreatinin : meningkat pada keadaan kronis dan lanjut dari ambang normal.
5. Protein urine : positif
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Engram (1999), penatalaksanaanya antara lain :
1. Pengobatan hipertensi sekunder mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan obat hipertensi.
3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan seumur hidup.
4. Pengobatan dengan menggunakan standar triple therapy (STT) terdiri dari:
5. Diuretik, misalnya : tiazid, furosemid, hidroklorotiazid.
6. Betablocker : metildopa, reserpin.
7. Vasodilator : dioksid, pranosin, hidralasin.
8. Angiotensin, Converting Enzyme Inhibitor.
9. Modifikasi gaya hidup, dengan :
a. Penurunan berat badan.
b. Pengurangan asupan alkohol.
c. Aktivitas fisik teratur.
d. Pengurangan masukan natrium.
e. Penghentian rokok.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas : lemah, letih, lesu, takipnea, peningkatan HR, perubahan irama jantung.
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, palpitasi, kenaikan TD perubahan warna kulit, suhu dingin, pucat, sianosis, diaporesis.
c. Integritas ego : ansietas, depresi, marah, gelisah, otot muka tegang, peningkatan pola bicara.
d. Makanan/cairan : mual/muntah, BB normal/obesitas, edema.
e. Neurosensori : pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, epistaksis.
f. Nyeri: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala, nyeri abdomen
g. Pernapasan : dispnea takipnea, riwayat merokok, bunyi nafas tambahan.
h. Eliminasi : gangguan gunjal saat ini atau yang lalu.
i. Keamanan : gangguan koordinasi, hipotensi postural.
2. DIAGNOSA KEPERAWAATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakberdayaan fisik
c. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan curah jantung
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
NOC :
• Pain Level,
• Pain control,
• Comfort level
Kriteria Hasil :
• Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
• Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
• Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
• Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
• Tanda vital dalam rentang normal
INTERVENSI
Pain Management
• Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
• Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
• Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
• Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
• Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
• Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
• Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
• Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
• Kurangi faktor presipitasi nyeri
• Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
• Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
• Ajarkan tentang teknik non farmakologi
• Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
• Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
• Tingkatkan istirahat
• Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
• Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
• Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
• Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
• Cek riwayat alergi
• Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
• Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
• Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
• Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
• Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
• Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
• Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2 Intoleransi aktivitas b.d ketidakberdayaan fisik
NOC :
• Energy conservation
• Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
• Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
• Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
INTERVENSI
Energy Management
• Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
• Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
• Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
• Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
• Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
• Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
• Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
• Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
• Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
• Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
• Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
• Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
• Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
• Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
• Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
• Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
• Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
• Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol 2, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta: EGC
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Volume II. Jakarta: EGC
Iskandar, Junaidi. 2002. Panduan Praktis Stroke. PT. Buana Ilmu Populer. Jakarta.
Mansjoer Arif et. al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Nanda. 2002. Diagnosis Keperawatan Nanda. Terjemahan Mahasiswa PSIK-B FK UGM. Yogyakarta: UGM
Nettina Sandra. M. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC
Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Second edition. Mosby
Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Intervention Clasification (NIC). Second edition. Mosby
Soeharso Imam, 2001. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Edisi Kedua Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tambayong Jon. 2000. “Patofisiologi Untuk Keperawatan”, Jakarta, EGC
Tjokropawiro, Askandar. 2001. Diabetes Melitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://perawatmasadepanku.blogspot.com/2012/08/laporan-pendahuluan-hipertensi.html#ixzz2MOxyzZiG
0 Response to "ASKEP HIPERTENSI APLIKASI 3N (NANDA NIC NOC)"
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik dan jangan ada unsur sara atau menjelek-jelekkan siapapun atau profesi manapun. Komentar yang tersebut diatas tidak akan di tampilkan oleh admin.